Tuesday, September 15, 2015

Keteladanan Imam Al Haddad

Diceritakan suatu saat tatkala mendekati waktu Iedul Adha berkata ayah kepada seorang anaknya, “Bawalah pisau kita ini ke tukang besi untuk diasah?! (Namun, anak ini rupanya ada sedikit bodoh! Sebab, tatkala mendengar Haddad yang dipikirannya hanya teringat Imam Abdullah ibn Alwi Al Haddad). Kemudian dibawanya pisau tadi itu kerumah Imam Al Haddad. Tatkala sampai disana, Si Anak ini bersalam kepada Habib Abdullah ibn Alwi Al Haddad dan berkata, “Ayahku bilang pisau ini tolong diasahkan dan perbaikilah karena Hari Ied sudah dekat?!” Kata Habib Abdullah ibn Alwi Al Haddad, “Marhaba/Baiklah.” (Sebenarnya Habib Abdullah ibn Alwi Al Haddad sudah faham apa maksud ayah Si Anak ini menyuruh agar pergi ke Haddad, yaitu tukang besi dipasar yang memang sudah terbiasa bekerja mengasah besi). Namun demikian kata Habib Abdullah ibn Alwi Al Haddad, “Taruhlah (pisaunya) disitu, besok engkau datang kemari lagi.” Si Anak itu pun pergi meninggalkan kediaman habib.

Akhlak KH Najih Maimoen yang patut ditiru


Satu hari, salah satu murid Abuya as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Gus Najih (KH. Najih Maimoen) pernah diundang mengisi pengajian di sebuah acara hajatan yang digelar seorang Wak Kaji kaya raya di Sarang.
Selesai acara, seperti kebiasaan lumrahnya warga Nahdliyyin, sang shahibul hajat (tuan rumah) menyegat Gus Najih yang telah jumeneng dan miyos akan kundur (hendak pamit pulang). Amplop tebal berisi uang jutaan itu pun diselipkan ke saku beliau.“Nopo niki?” (Apa ini).
“Kersane bah, kersane...” (Mohon diterima Gus).

Imam Junaidi Al Baghdadi dan Orang Tua Renta

Diwaktu mudanya Imam Junaid Baghdadi memiliki badan yang kekar dan menunjang hidupnya dengan mata pencaharian sebagai pegulat profesional. Dan Seperti biasa, Setiap tahun diadakan kontes gulat oleh Penguasa Baghdad yang mengumumkan satu hari, "Hari ini, Junaid Baghdadi (juara bertahan) akan menunjukkan keahliannya sebagai pegulat, apakah ada orang yang berani menantangnya?".
Seorang pria tua, berdiri dengan leher gemetar dan berkata, "Aku akan ikut masuk kontes ini dan menantang dia".

Mbah Kholil dan Mbah Hasyim Asy'ari

Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asyari, ketika Hasyim Asy'ari muda berangkat nyantri ke pesantren yang diasuh KH. Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan-Madura. Hasyim Asy’ari muda langsung di uji oleh sang guru.
Hasyim Asy’ari muda disuruh naik ke atas pohon bambu, sementara Kyai Kholil terus mengawasi dari bawah sembari memberi isyarat agar terus naik sampai ke pucuk pohon bambu tersebut. Kyai Hasyim terus naik sesuai perintah gurunya itu. Ia tak peduli apakah pohon bambu itu melur (Patah/roboh) atau bagaimana. Yang jelas, beliau hanya patuh pada perintah gurunya.

Kelihatan Kau sedang Memuji Allah SWT, Padahal Sebenarnya Kau Memuji Dirimu

Kisah Abu Yazid Al-Busthami, yang Insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya; Di samping seorang sufi, Abu Yazid juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang pelajar yang juga memiliki murid yang banyak. Pelajar itu juga menjadi guru bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, pelajar ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.
Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Abu Yazid, “Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan.

Misteri kekuatan bambu runcing

Hari Pahlawan 10 November identik dengan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI. Salah satu ikon penting dalam perang kemerdekaan adalah bambu runcing. Bagaimana asal-usul dan kehebatan senjata tradisional pejuang Indonesia ini?
Bambu runcing sebenarnya strategi standar untuk menghalau gerakan musuh. Alat ini sudah digunakanoleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang ke Indonesia. Diceritakan, ketika armada Jepang mendekati Pulau Jawa akhir Februari 1942, Belanda mengira akan menerjunkan pasukan payung di atas wilayah Kalijati. Maka diperluaslah ribuan bambu yang diruncingkan ujungnya untuk menyambut pasukan para Jepang.

Kecintaan Allahuyarham Mbah Muntaha

Kecintaan Allahuyarham Mbah Muntaha sapaan akrab KH. Muntaha Al-Hafizh Kalibebeber Wonosobo terhadap Al-Qur’an tak dapat diragukan lagi. Hampir seluruh usianya dihabiskan untuk menyebarkan dan menghidupkan Al-Qur’an.
Yang Paling monumental adalah gagasannya membuat mushaf Al-Qur’an Akbar (Al-Qur’an Raksasa) dengan tinggi 2 meter, lebar 3 meter dan berat 1 kuintal lebih. Sebuah karya mahaagung yang sempat dikala itu diusulkan masuk ke Guiness Book Of Record.
KH Muntaha al-Hafizh lahir di desa Kalibeber kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo dan wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun. Ada beberapa keterangan berbeda tentang kapan tepatnya Mbah Muntaha Lahir.